Cerita tentang Filosofi Teras : Berkenalan dengan Stoisisme

Ada hal-hal di bawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal-hal yang tidak di bawah kendali (tidak tergantung pada) kita. – Epictetus (Enchiridion)

Henry Piring
Henry Manampiring

Kira-kira kalimat di atas adalah highlight dari pesan yang disampaikan dalam buku Filosofi Teras yang punya 320 halaman ini. Ditulis oleh Henry Manampiring (yang sudah menerbitkan empat buku lainnya) serta ilustrasi buku yang di percayakan kepada Levina Lesmana ini memiliki tema mengenai sebuah filsafat Yunani-Romawi kuno namun masih relevan dengan zaman sekarang. Filsafat itu bernama Stoisisme atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai Filosofi Teras sesuai judul buku ini.

 

Levina
Levina Lesmana

Secara keseluruhan filsafat ini membahas tentang berbagai aspek dalam kehidupan kita sehari-hari yang berpusat lebih kepada pikiran. Filsafat ini pada intinya membahas tentang pengendalian pikiran atau emosi negatif (yang sering disebut dalam buku ini). Kita dikenalkan kepada Stoisisme/Filosofi Teras dimulai dari keselarasan kita sebagai manusia kepada alam, pengendalian persepsi, hingga implementasi ke kematian.


 

Beberapa kata kunci yang aku rangkum sebagai twist dalam buku ini adalah sebagai berikut:

Value Judgement

Dikatakan bahwa semua aktivitas, kejadian, ucapan, dan lainnya sejatinya bersifat netral. Maksudnya ketika orang bilang kamu gendut, satu yang pasti atau fakta objektif dari perkataan itu adalah hanyalah kamu gendut.

Tapi, kamu mungkin saja kebakaran jenggot mendengar itu, walau dalam fisik kamu tidak mungkin mau menjambak orang yang bilang itu tapi pikiranmu menambahkan sebuah value judgement seperti “Masa sih aku gendutan? Emang aku kurang diet apa?” atau “Kampret nih orang ngatain aku gendut, gak ngaca apa? Huh?”. Nah fakta objektif gendut yang netral menjadi sebuah hal yang negatif karena kamu sendiri mempercayainya dan menambahkan penilaian sendiri dalam pikiranmu.

Padahal, harusnya penilaian orang tidak di bawah kendali kita. What? Maksudnya apaan tuh penilaian orang tidak di bawah kendali kita?

Sebuah penghinaan sesungguhnya tidak bernilai sampai objeknya merasa bahwa ia disakiti. Saat ini terjadi, maka penghinaan itu “sukses”.

Dikotomi Kendali dan Trikotomi Kendali

Maksud dari kalimat terakhir tadi adalah sama seperti kalimat pembuka tulisan ini. Ada hal-hal yang berada di bawah kendali kita dan ada yang tidak. Penilaian orang lain adalah sesuatu yang berada di luar kendali kita karena hal itu bersifat sementara atau tidak berkepanjangan. Harusnya perkataan tersebut tidak usah dipikirkan atau dibalas dengan kepala dingin macam “Itu kan katamu.”

Apa hal yang ada di bawah kendali kita? Tentu saja pemikiran, persepsi, impian kita berada di bawah kendali kita dan kita bisa mengubah atau mengendalikan semua itu untuk hidup kita.

Kedua hal itu disebut dengan Dikotomi Kendali. Terus itu kok judulnya ada Trikotomi Kendali. Jadi, dalam hal-hal yang tidak ada di bawah kendali kita tidak semuanya murni tidak bisa kita kendalikan. Jika berpatokan pada Dikotomi Kendali saja, kesannya kita seperti pasrah saja padahal Filosofi Teras bukan filsafat seperti itu. Trikotomi ini muncul dalam hal yang tidak ada di bawah kendali kita namun kita masih dapat mengusahakan sebagian dari hal-hal itu.

Selengkapnya tentang Dikotomi dan Trikotomi Kendali tentunya bisa langsung kamu baca di bukunya.

Premenditatio Malorum

Satu hal lagi yang ada dalam Filosofi Teras adalah Premenditatio Malorum di mana digunakan sebagai ritual pagi setelah bangun tidur dengan membayangkan hal-hal terburuk yang bisa menimpa aktivitas atau diri kita sepanjang hari itu. Fungsi memikirkan hal-hal buruk bukanlah untuk membentuk negative thinking, namun lebih kepada membendungnya.

Setelah memikirkan hal-hal tersebut, kita berpikir kembali memang sehebat itukah hal-hal negatif itu akan terjadi sampai bisa menghancurkan kita? Tidak juga kan. Dari situ, kita akhirnya membangun sebuah dinding yang membendung sekaligus sebagai alat antisipasi semisal hal itu terjadi, kita sudah tidak kaget menghadapinya.


Tentunya masih banyak lagi hal yang diungkapkan tentang Stoisisme di dalam buku ini. Seperti ditambahkan oleh penulis metode STAR (Stop, Think-Assess, Response) untuk mengatur emosi negatif yang terjadi dalam pikiran.

Karena buku ini lebih kepada perkenalan, maka penulis banyak sekali mengacu pada buku-buku mengenai Filosofi Teras atau Stoisisme seperti Meditations dari Marcus Aurelius, Epictetus, juga Seneca yang bertebaran dari awal hingga akhir buku (penulis pun merekomendasikan untuk pembaca yang ingin mengenal lebih jauh tentang Stoisisme untuk membaca buku-buku itu). Walaupun bukunya dirasa seperti rangkuman dari buku-buku acuannya, namun pembahasan yang disajikan dibuat menyesuaikan zaman.

Pro

Contoh-contoh kasus dibangun dari kasus yang terjadi di zaman sekarang sehingga kita sebagai pembaca bisa relate. Bahasa yang digunakan pun ringan dan mudah dimengerti.

Nilai plus lainnya muncul pada ilustrasi buku. Tema warna yang dipakai (hijau dan kuning, putih) sangat nyaman dipandang mata. Perpaduan warnanya pas sehingga buku ini terlihat elegan. Ilustrasi-ilustrasi di dalamnya pun juga bagus dan lucu.

Menariknya lagi, selain penjelasan mengenai filsafat dan contoh dari kasus-kasus rekaan, ada juga diselipkan wawancara-wawancara yang berkaitan dengan bab tertentu. Dengan hadirnya wawancara ini, ada insight baru yang akan kita dapatkan yang secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan Stoisisme.

Cons

Terlepas dari segar dan ringannya penyampaian isi buku ini, ada terselip sedikit humor-humor dari penulis yang bagiku sih tidak ngena. Tapi setidaknya dengan ada selipan humor bisa membuat bahasan serius ini menjadi lebih santai.

Ada beberapa typo yang ditemukan cuma lupa di halaman berapa (padahal sudah cetakan ke-empat). Warna buku yang putih juga harus dijaga ekstra hati-hati karena bisa saja sampul yang sudah elegan malah rusak oleh debu hitam yang menempel ke sampulnya (mungkin bisa disampul plastik agar tetap bersih.)

Yang satu ini entah merupakan sebuah cons atau hanya pemikiran pribadi. Aku merasa Filosofi Teras ini adalah sebuah idealisme yang walaupun bisa diterapkan, tapi tetap rasanya mustahil untuk ada pada diri setiap manusia yang ada di bumi sekarang. Jika pun semua bisa mengimplementasi filsafat ini, aku membayangkan dunia menjadi dunia yang utopia.


Diharapkan oleh buku ini selain sebagai perkenalan pembaca mengenai Filosofi Teras, juga membentuk pola pikir yang siap untuk menahan emosi negatif yang akan datang. Seperti menghentikan ramalan buruk sebelum itu terjadi.

Buku ini cocok sekali buat kalian yang seperti tercetak di sampul belakang buku ini.

Sering merasa khawatir akan banyak hal.

Baperan.

Susah Move-on.

Mudah tersinggung dan marah-marah di media sosial atau dunia nyata.

Maka, jika ada satu dua ciri di atas kamu rasakan, coba segera baca bukunya. Setidaknya jika tidak merubah, kamu bisa memiliki insight baru yang positif, ya kan?

Orang-orang yang sangat menginginkan dikenang sesudah mati lupa bahwa mereka yang akan mengenangnya pun akan mati juga. Dan begitu juga orang-orang sesudahnya lagi. Sampai kenangan tentang kita, diteruskan dari satu orang ke yang lain bagaikan nyala lilin, akhirnya meredup dan padam. – Marcus Aurelius (Meditations)

pssst. Ada yang menarik di buku ini. Ada Survei Khawatir Nasional yang hasilnya cukup mencengangkan. Yuk baca.

indra kurniawan

5 tanggapan untuk “Cerita tentang Filosofi Teras : Berkenalan dengan Stoisisme

    1. Iya di buku ini dijelasin kalau memang semua yang gak di bawah kendali kita sejatinya gak bisa kita kendaliin (Dikotomi Kendali) tapi setidaknya kita bisa mengusahakan di awal (Trikotomi Kendali). Misalnya wawancara kerja, kan keputusan perusahaan ada di bawah kendali mereka, jadi kita biar gak pasrah, cuma bisa mengusahakan buat kasih yang terbaik. Jadi kesannya gak pasrah amat karena udah ngelakuin sesuatu juga.

      Trims sudah mampir.

      Suka

  1. Nice review 🙂 Barangkali tertarik juga membaca review Filosofi Teras & tulisan-tulisan saya yg lain tentang Stoa:

    Review Filosofi Teras: https://rk-awan.blogspot.com/2019/10/review-filosofi-teras-henry-manampiring-filsafat-terapan.html

    Kaum Stoa penganut Stoisisme: Pengguna Istilah “Logika” Pertama Kali: https://rk-awan.blogspot.com/2019/10/kaum-stoa-stoisisme-pengguna-istilah-logika-pertama-kali.html

    Meditations & Patung Berkuda “Kaisar Bersama” Romawi Marcus Aurelius: https://rk-awan.blogspot.com/2019/10/meditations-patung-berkuda-kaisar-bersama-marcus-aurelius.html

    Suka

Tinggalkan komentar